Shalom
Jujur, seumur hidup saya belum pernah bekerja, bekerja yang benar-benar (proper job). Dulu waktu kuliah di Jakarta saya hanya pernah magang dan kerja paruh waktu saja di sebuah perusahaan yang cukup besar. Namun, karena sikon pekerjaan yang kurang menyenangkan, saya resign dalam waktu yang singkat. Lalu, sewaktu saya kuliah di New Zealand, saya bekerja di sebuah $2 shop sampai saya lulus. Kemudian untuk mengisi waktu dan menambah-nambah biaya pernikahan, saya bekerja di vineyard selama 1 bulan.
Setelah menikah, saya pun langsung hamil. Serius, yang namanya mencari pekerjaan sambil hamil itu susah loh. Orang-orang pada tidak mau, karena hanya bekerja untuk jangka waktu pendek saja, selain itu juga orang hamil itu banyakan capeknya. Awal-awal saya sempat kecewa, kenapa saya hamil begitu cepat, sedangkan rencana kami adalah kami mau bekerja dahulu nanti baru rencanakan punya anak setelah kami merasa siap. Namun, Tuhan berkehendak lain. Tuhan ingin kami menyandarkan hidup kami kepadanya. Kami pun berdoa mengenai hal ini, kami minta hanya rencana Tuhanlah yang ada pada kami. Lalu kami pun mendapat jawaban bahwa saya lebih baik tidak bekerja. Saya pun menyerah mencari pekerjaan, karena percuma saja, jika Tuhan sudah katakan tidak, pasti tidak. Jika saya memaksa, mungkin saya bisa mendapatkan pekerjaan, tapi pasti pekerjaannya tidak mendatangkan damai sejahtera karena itu di luar rencanaNya.
Setelah anak pertama saya lahir, saya juga sempat ingin mencari pekerjaan. Namun dengan jadwal kerja suami yang tidak tetap, kerja pagi/siang/malam (roster) saya kembali menemui jalan buntu. Saya juga sempet melamar pekerjaan tengah malam, namun tidak dipanggil. Mungkin bukan kehendak Bapa. Sebenarnya bisa saja saya menitipkan Joshua di daycare lalu mencari pekerjaan di siang hari, namun naluri ibu saya mencegah hal tersebut. Saya lebih prefer mengasuh anak saya dengan tangan sendiri, selain itu juga Joshua pada saat itu mengalami sakit eczema yang cukup parah sehingga harus dijaga extra protective.
Ketika Joshua menjelang umur 2 tahun, boss suami saya mengenalkan saya pada temannya. Dia menyuruh saya bekerja karena dia merasa risih jika sertifikat post-graduate saya hanya tersia-siakan begitu saja. Namun tak lama kemudian saya kembali hamil. Kehamilan saya yang berat dan kesibukan mengasuh Joshua yang masih mengalami eczema berat sejenak mengalihkan pikiran saya dari masalah bekerja. Saya dulu melihat semua ibu yang bekerja itu keren. Di zaman emansipasi wanita ini memang seharusnya ayah dan ibu bekerja untuk memenuhi semua kebutuhan dengan gampang dan cepat, pikir saya.
Ada beberapa kali saya merasa stress dan down karena saya merasa useless dan tidak berguna, padahal saya tahu saya mempunyai skills dan mampu. Saya pun mencoba untuk membuktikan diri dengan melakukan hal-hal yang saya bisa, misalnya tengah malam menggambar atau melukis. Saya memang mendapat hasil, namun saya capek luar biasa karena kurang tidur dan istirahat. Akhirnya misi pembuktian diri itupun saya hentikan karena sia-sia. Kenapa sia-sia? Karena saya mencari apa yang dipandang manusia dan bukan Tuhan. Saya sudah berdoa, Tuhan katakan tidak, harusnya saya tidak permasalahkan lagi, toh kami sudah dicukupkan Tuhan. Tidak pernah sampai meminta-minta ataupun meminjam. Bahkan kami bisa menabung. Berbekal taat kepada Tuhan tanpa kuatir dan bersungut-sungut lagi, saya tetap tidak bekerja dan mengasuh kedua anak kami 100% dengan tangan sendiri, karena itulah pekerjaan yang sudah Tuhan berikan kepada saya. Tuhan tahu bahwa saya benar-benar mengasuh anak dengan segala kemampuan saya dan bertanggung jawab atas perkembangan fisik, mentally dan spiritual mereka. Saya tidak "mupeng" lagi ketika melihat ibu bekerja karena Tuhan bukakan ayat bahwa di mata Tuhan, mengasuh anak adalah pekerjaan yang baik.
..dan yang terbukti telah melakukan pekerjaan yang baik, seperti mengasuh anak, memberi tumpangan, membasuh kaki saudara-saudara seiman, menolong orang yang hidup dalam kesesakan--pendeknya mereka yang telah menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik. (1 Tim 5:10)
..dan yang terbukti telah melakukan pekerjaan yang baik, seperti mengasuh anak, memberi tumpangan, membasuh kaki saudara-saudara seiman, menolong orang yang hidup dalam kesesakan--pendeknya mereka yang telah menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik. (1 Tim 5:10)
Sekarang, saya sudah tidak merasa bersalah lagi karena tidak bekerja, tidak merasa useless lagi karena hanya tinggal dirumah. Empat tahun bergumul dengan Tuhan mengenai pekerjaan, Tuhan bukakan kepada saya alasan saya harus jadi stay-at-home mom.
Yang pertama adalah posisi saya yang tidak tergantikan. Saya adalah ibu dari kedua anak saya, dan hal itu tidak bisa dilakukan oleh siapapun juga. Saya bisa menitipkan anak pada orang lain, tetapi ibu tetaplah ibu, dan Tuhan mau saya standby buat mereka dengan segala kebutuhannya. Tuhan juga mau saya mendidik mereka supaya mereka dapat tumbuh menjadi manusia yang dicukupi kebutuhannya secara fisik, jiwa dan roh sehingga mereka bisa jadi manusia dewasa yang seimbang dan sehat luar dalam dan juga tumbuh dengan hati yang takut dan cinta kepada Tuhan Yesus. Setiap dasar dari masyarakat adalah keluarga, dasar dari keluarga adalah individual. Individual yang hidup dari keluarga normal dan penuh kasih kebanyakan akan menghasilkan individu yang bahagia. Keluarga-keluarga yang bahagia akan menghasilkan masyarakat yang baik dan jauh dari kejahatan.
Yang kedua adalah agar kami terus bersandar kepada Tuhan Yesus. Suami saya tidak bersekolah di New Zealand, ia lulusan S1 di Indonesia. Disini ia bekerja pada sebuah restaurant cepat saji, jika dipikir secara manusia, saya bersekolah S2 disini, seharusnya saya yang bekerja. Chance saya lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan. Namun Tuhan katakan lain, kami tahu jika Tuhan sudah berencana maka itu pasti yang terbaik. Tuhan bawa suami saya kepada boss yang sangat baik. Benar-benar baik. Ia banyak sekali membantu kami dalam segala hal, Tuhan gunakan ia untuk menyatakan kemuliaan Tuhan dan kebesaran Tuhan. Karena hal inilah kami makin bersandar dan semakin percaya kepada Tuhan. Di saat kami lemah, Tuhan datang mengangkat kami. Jika kami tidak pernah berada dalam level ini, mungkin kami tidak akan pernah bersandar dan percaya kepada Tuhan sampai sedemikian rupa seperti ini. Dan hal ini, kelemahan kami adalah kekuatan kami di dalam Tuhan. Untuk masa mendatang, kami yakin Tuhan sudah persiapkan sesuatu yang besar bagi suami saya dibidang pekerjaannya, karena saya melihat betapa keras Tuhan Yesus mentraining suami saya.
Saya bersyukur Tuhan tempatkan saya sebagai ibu rumah tangga. Karena dengan pekerjaan saya inilah saya bisa semakin dekat dengan Tuhan Yesus, semakin menghargai suami saya, dan juga semakin akrab dengan anak-anak saya. Tidak ada rasa bersalah dan useless lagi karena pekerjaan ini benar dari Tuhan dan saya penting bagi anak-anak saya.
Namun, buat para ibu bekerja, saya tidak katakan bahwa mereka tidak melakukan bagiannya, yaitu mengasuh anak dengan tangan sendiri. Jika Anda merasa nyaman dengan hal tersebut, teruskanlah, namun jika tidak, berdoalah. Tuhan akan bukakan pekerjaan apa yang telah Ia sediakan bagi pribadi masing-masing. Dari pengalaman saya, jika Tuhan ternyata katakan kepada kita untuk tinggal di rumah, lakukanlah apa yang sudah Ia katakan. Tidak perlu kuatir akan suatu hal karena Ia sendiri yang akan mencukupkan kita. So be it.
Namun, buat para ibu bekerja, saya tidak katakan bahwa mereka tidak melakukan bagiannya, yaitu mengasuh anak dengan tangan sendiri. Jika Anda merasa nyaman dengan hal tersebut, teruskanlah, namun jika tidak, berdoalah. Tuhan akan bukakan pekerjaan apa yang telah Ia sediakan bagi pribadi masing-masing. Dari pengalaman saya, jika Tuhan ternyata katakan kepada kita untuk tinggal di rumah, lakukanlah apa yang sudah Ia katakan. Tidak perlu kuatir akan suatu hal karena Ia sendiri yang akan mencukupkan kita. So be it.
Terima kasih Tuhan Yesus sudah menunjukkan kepada saya. Melihat dari sudut pandangMu dan bukan dari sudut pandang manusia, because what the matter most is You, not me. Jadilah padaku sesuai kehendakMu.
Hi there. Really good and true story, felt blessed to find this blog. Istri saya seorang yang dulunya bekerja dan sekarang jadi ibu RT juga, and she went thru the same intimidation juga.
ReplyDeleteIndahnya hati seorang wanita tidak ditentukan dari apakah dia bekerja atau tidak. Bahkan menjadi seorang wanita has got nothing to do with that at all!
Pastinya cerita ini harus dibaca juga oleh banyak wanita lain. Will share and follow your blog from now on. Keep writing , GBU !
JERRYTRISYA
Hello Jerrytrisya, salam kenal :) sebetulnya sharing ini udah sempet bbrp bulan mandat di diary saya..lagi mikir mau diposting apa nggak..trs pas suami baca, dia bilang kalo tulisan ini bisa memberkati bnyk ibu rumah tangga di luar sana..dan puji Tuhan diconfirm sama km..Thank you ya :)
DeleteIya bener banget..intimidasi itu cara dunia ngerespons thd sst yg kita lakuin bener di mata Tuhan :) jadi para wanita harus keep on fighting buat melakukan sst yg selaras dgn alkitab, whatever it costs!
Thanks juga ya buat share dan follow blog ini..Tuhan Yesus memberkati :)